Matshusita dan Filosofi Harta

Di tahun 1929, terjadi krisis ekonomi yang menghantam ekonomi negara adi daya kolaps. Nggak heran kalo perusahaan sebesar General Motor kudu mem-PHK 92.829 karyawannya. Apalagi usaha kecil dan menengah, pada pingsan deh. Begitu juga yang dialami seorang Konosuke Matsushita. Pengusaha yang memproduksi peralatan listrik bermerk National dan Panasonic. Padahal, beliau baru aja kelar ngebangun pabrik dan kantor hasil pinjaman dari Bank Sumitomo.

Saat itu, kondisi Matsushita lagi nggak sehat. Badannya sering sakit-sakitan akibat kurang gizi di masa kanak-kanak dan kurang istirahat karena harus bekerja 18 jam sehari, 7 hari seminggu selama 12 tahun untuk membangun usahanya. Beliau menerima laporan kondisi perekonomian yang memburuk saat manajemennya datang menjenguk. Tanggapannya:

“Kurangi produksi separonya, tapi jangan mem-PHK karyawan. Kita akan mengurangi produksi bukan dengan merumahkan pekerja tetapi meminta mereka untuk bekerja setengah hari saja. Kita akan terus membayar upah mereka seperti yang diterima sekarang, tanpa dikurangi. Tetapi kita akan menghapus semua hari libur. Kita akan mengajak karyawan untuk bekerja sama sebaik mungkin menjual semua barang yang ada di gudang.” Ini baru majikan..

Enam belas tahun kemudian ketika perang dunia II berakhir, Jenderal Douglas McArthur menangkap semua pengusaha Jepang untuk diadili karena dianggap terlibat dalam perang dunia II. Termasuk Matshushita. Tanpa diduga, 15.000 karyawan dan keluarganya membubuhkan tanda tangan sebagai bentuk pembelaan terhadap Matshushita. Akhirnya Matshushita dilepaskan dan melanjutkan kiprahnya memimpin perusahaannya hingga menjadi raksasa elektronik dunia seperti sekarang.

Bagi Matshushita, uang bukanlah tujuan. Uang hanyalah sarana untuk berbuat baik. Seperti itulah yang diajarkan Islam tentang harta. Seperti tercermin dalam pribadi Abdurrahman bin Auf, Abu Bakar, atau Umar bin Khathab. Allah menjanjikan balasan yang berlipat ganda bagi siapa aja yang belanjain hartanya di jalan Allah. Meski jumlah harta kita berkurang, Allah akan menggantinya saat kita membutuhkan dan lewat jalan yang tidak kita duga. Makanya, jangan sia-siakan peluang pahala yang bisa kita tabung dari harta kita. Bukan nominalnya yang dinilai oleh Allah, tapi keikhlasan kita saat mengeluarkannya. Keep on Spirit![]

Komentar

Postingan Populer